AnalisaPos.com, Internasional - Syekh Izz ad-Din (Izzuddin) al-Qassam lahir di Jablah, sebuah kota pesisir Suriah, pada 19 Desember 1882. Ketika itu, Suriah dan Palestina termasuk dalam Syam, sebuah provinsi di bawah kendali Kekhalifahan Turki Utsmaniyah.
Ayahnya bernama Abdul Qadar merupakan seorang kadi (Hakim) sekaligus mursyid Tarekat Qadariyah.
Pada tahun 1880 populasi Yahudi di Palestina hanya mencapai 20 ribu hingga 25 ribu jiwa.
Namun pada tahun 1882 dan 1903 dimulailah migrasi besar-besaran orang-orang Yahudi dari Eropa ke Palestina. Fenomena yang kemudian dikenal sebagai Aliyah Pertama itu menyebabkan jumlah umat Yahudi di sana melonjak.
Hingga 1903, jumlah pendatang Yahudi di tanah Palestina menjadi sekira 35 ribu jiwa.
Hal tersebut tidak hanya memicu perubahan demografis, melainkan juga tata ruang di kota-kota. Di Palestina utara, misalnya, makin banyak lahan-lahan yang diduduki orang-orang Yahudi.
Sejak kekalahan Turki Utsmaniyah dalam PD I, para pendatang ini cenderung leluasa mencaplok tanah Palestina untuk dihuni karena merasa dilindungi oleh otoritas Inggris.
Menghadapi kenyataan itu, Syekh Izzuddin kerap menyerukan warga (Muslim) Palestina agar bangkit melawan. Ceramah-ceramahnya membangkitkan semangat mereka yang kehilangan rumah akibat diduduki Yahudi. Bahkan, mufti Damaskus menyetujui pandangannya sehingga mengeluarkan fatwa tentang kewajiban berjihad melawan Yahudi dan Inggris di tanah Palestina.
Pada 1928, Syekh Izzuddin ikut mendirikan cabang Jam’iyyat asy-Syubban al-Muslimin (Asosiasi Pemuda Islam) di Haifa. Sejak itu, namanya semakin dikenal tokoh-tokoh dari kalangan menengah ke atas. Salah satunya, Hizb al-Istiqlal (Partai Independen), sebuah parpol di Syam yang berideologi nasionalis Arab.
Sesungguhnya, baik al-Istiqlal maupun Syekh Izzuddin berseberangan pandangan. Sebab, parpol tersebut cenderung sekuler dalam memandang hubungan antara negara dan agama tidak seperti sang syekh.
Namun, keduanya memiliki titik temu, yakni sama-sama menghendaki enyahnya zionis dan kolonialisme Inggris dari bumi Palestina.
Hingga tahun 1929, semakin banyak orang Yahudi dari Eropa berimigrasi ke Palestina. Umumnya mereka datang karena menghindari gelombang anti-Yahudi (antisemitisme) yang saat itu melanda Eropa. Mereka difasilitasi oleh Zionis Internasional, yang selalu mendapatkan dukungan dari Inggris.
Pada 1931, Syekh Izzuddin mengorganisasi para pengikutnya ke dalam sejumlah grup. Tidak sedikit mereka berasal dari kalangan petani dan pekerja biasa. Kebanyakan murid-murid sang syekh datang dari Palestina utara. Namun, tidak sedikit pula yang dari Palestina selatan, termasuk Gaza.
Kebanyakan gerakan-gerakan Arab di Palestina saat itu semata-mata menyuarakan kecaman terhadap Zionis dan pemukiman Yahudi, tanpa mencoba berkonfrontasi dengan pemerintah kolonial Inggris.
Berbeda dengan itu, Syekh Izzuddin menegaskan pentingnya melawan dua kekuatan ini sekaligus Zionis dan Inggris. Ia juga memandang perjuangan Palestina (Arab) sebagai sebuah jihad fii sabilillah, alih-alih perlawanan yang dimotori semangat nasionalisme (sekuler) belaka.
Syekh Izzuddin menjadi pemimpin spiritual bagi kelompok-kelompok milisi yang dikenal sebagai al-Kaff al-Aswad (Tangan Hitam). Gabungan laskar ini bersikap anti-Zionis dan anti-kolonialisme Inggris secara militan. Sang syekh bersama dengan Abu Ibrahim al-Kabir memimpin mereka walaupun antara keduanya acap kali diwarnai silang pendapat.
Hingga tahun 1935, Syekh Izzuddin telah merekrut tidak kurang dari 800 milisi. Mereka dipilah ke dalam sel-sel yang masing-masing terdiri atas lima orang.
Tiap sel dilengkapi dengan berbagai persenjataan, termasuk beberapa bom dan senapan. Mereka kerap beraksi menyerbu pemukiman Yahudi ilegal dan melakukan sabotase atas jaringan rel yang dibuat Inggris di Palestina.
Pada awal November 1935, polisi kolonial Inggris di Palestina mengepung markas Syekh Izzudin dan milisi di Haifa. Tokoh mujahid ini dan sejumlah pengikutnya berhasil lolos dari kepungan dan bergerak ke kawasan perbukitan antara Jenin dan Nablus. Selama 10 hari, mereka bersembunyi di sana dengan dukungan logistik dari penduduk setempat.
Akan tetapi, para polisi Inggris menemukan persembunyian Syekh Izzuddin di Desa Syekh Zaid. Pemimpin jihad ini dan tiga orang muridnya lalu gugur diterjang peluru. Ini terjadi pada 20 November 1935.
Di luar perkiraan otoritas kolonial Inggris di Palestina, pemakaman Syekh Izzuddin dihadiri lautan manusia.
Ribuan orang mengiringi sang pejuang ke tempat peristirahatan terakhir. Kebanyakan para pelayat ialah murid-murid dan pengagum almarhum dari kalangan petani dan buruh.
Pada 1991 Hamas menamakan sayap militernya, Brigade Izzuddin al-Qassam, untuk mengenang dan menghormati tokoh ini.