-->
Analisapos

Terkini,Terpercaya Dan Independen

  • Jelajahi

    Copyright © Analisapos
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan paling atas manual

     


    Mengenal Imam Syamil, Mujahid Perkasa dari Kaukasus, Seorang Sufi Yang Dikagumi Dunia

    Editor
    Saturday, 6 January 2024, January 06, 2024 WIB Last Updated 2024-01-07T01:43:52Z




    Analisapos.com, Tokoh- Imam Syamil, Mujahid Perkasa dari Kaukasus seorang Sufi penganut Tarekat Naqsabandiyah, pahlawan Muslim yang dikagumi bangsa-bangsa di dunia.


    Hari itu, pada tahun 1830 di sebuah pegunungan kaukasus, pasukan besar dari Tsar Rusia di bawah pimpinan Jenderal Turman mulai bergerak menenteng persenjataan lengkap.


    Nampaknya, peperangan kali ini akan cukup menyulitkan pasukan Rusia, sebab yang akan mereka taklukkan bukan bangsa biasa tetapi bangsa Chechen yang punya kawasan strategis dan banyak siasat.


    Letusan tembakan senapan, desing peluru beradu dengan pedang dan panah mulai terdengar, pertanda pertempuran kedua kubu sudah dimulai.


    Satu persatu prajurit dari kedua belah pihak jatuh berguguran bergelimangan darah.

    Itulah peperangan pertama rakyat Chechen dan Daghestan  dengan gagah berani melawan pasukan Kaisar Tsar Rusia. 


    Perang dahsyat itu melahirkan legenda yang tak pernah redup sepanjang Zaman hingga saat ini nama Imam Syamil Desayev terus dikenang dunia sebagai pahlawan hebat yang tak terkalahkan.


    Imam Syamil pemimpin sekaligus inspirator jihad yang tak mungkin terlupakan. Ia adalah prajurit berperawakan kekar dan tinggi, gagah berani, gigih, dan pantang menyerah.


    Tenaganya luar biasa, ia juga tangkas. Keberaniannya sangat dikagumi oleh lawan maupun kawan.


    Imam Syamil Dasayev lahir di Daghestan pada tahun 1799, tanggal lahirnya tidak pernah disebutkan. 


    Seperti kisah-kisah lainnya, sejarahnya hidupnya sangat sedikit ditulis, yang ada hanyalah beberapa catatan sejarah yang tidak berurutan hingga tak mudah mengenal sosok pahlawan ini lebih dekat. 


    Ia adalah salah satu dari tiga orang pendiri sebuah gerakan jihad di kawasan Daghestan dan Chehnya, Rusia.


    Bersama Mullah Qazi Muhammad dan Hamzah Beg, gerakan jihadnya sangat mashur dengan nama gerakan Muridisme.


    Sebuah kelompok Tarekat Naqsyabandiyah yang mengangkat senjata melawan kekuasaan sewewenang kekuasaan Tsar Rusia. 


    Bersama Mullah Qazi Muhammad, ia dikenal sebagai pemersatu bangsa Daghestan dan Chechen.


    Pada masa mudanya, Imam Syamil dikenal sebagai pemuda yang kalem tetapi mempunyai jiwa semangat perjuangan yang luar biasa. 


    Kemahirannya bermain pedang dan tombak serta berlari dan melompat, tidak ada dapat menandingi.


    Imam Syamil dapat melompat diatas parit dengan mudah yang lebarnya sembilan meter atau berjalan di atas tali yang dipegang oleh dua orang yang cukup tinggi. 


    Ia biasa bertelanjang dada dan berjalan tanpa alas kaki. Cuaca perbukitan kaukasus yang sangat dingin sama sekali tak berpengaruh atas keperkasaannya.


    Ia bertetangga dengan seorang ulama atau Mullah terkenal yaitu Syekh Qazi Muhammad. Setelah Syekh Qazi, ia adalah tokoh kedua gerakan muridisme yang terkenal keberaniannya di kawasan Chehnya sampai lembah Kaukasus. 


    Belakangan ia juga sebagai muballig dan Ulama. Banyak penduduk disekitar lembah kaukasus masuk Islam berkat dakwahnya. 


    Di lain pihak kekaisaran Tsar Rusia berusaha memperluas wilayah dengan menaklukkan wilayah Daghestan dan Chehnya. 


    Maka bersama Mullah Qazi Muhammad ia mengeluarkan fatwa Jihad.

    Pada 1830, dengan persenjataan sederhana pasukan Chechen dipimpin Imam Syamil berhasil mematahkan pasukan Tsar Rusia.


    Pasukan Syamil yang dari Daghestan membantu pasukan muslim dari wilayah Kaukasus. 


    Dalam kesaksiannya, Jenderal Turman yang di tunjuk oleh kaisar Rusia, Nicholas untuk memimpin pasukan Rusia menuturkan keperkasaan dan kepahlawanan pasukan Chehnya.


    Dalam laporannya kepada Tsar Nicholas, ia menulis, “Pasukan Chehnya mengepung dan menembaki sebuah rumah dari segala penjuru. Matahari telah terbenam, dan penghancuran rumah-rumah hanya diterangi oleh nyala merah api berkobar. 


    Mereka bertekad untuk mati. Mereka mendendangkan kematian dalam paduan suara. Mula-mula suaranya keras, tetapi makin lama makin merendah, jumlah mereka semakin berkurang, karena mati terbakar. 

    Tiba-tiba pintu rumah yang terbakar didobrak orang. 


    Di beranda berdiri tegak seorang lelaki bertelanjang dada, dengan sebilah pedang di tangan, ia melangkah menghampiri kami, ditengah tembakan senapan mesin, ia melompat tinggi ke udara, jatuh, lalu berdiri, lalu berdiri tegak, lalu perlahan-lahan roboh, jatuh dan mati di tanah kelahirannya. 


    Lima menit kemudian pemandangan serupa terulang seorang lelaki melompat, menumpahkan peluru sambil mengacungkan pedang menyibak dua regu pasukan Tsar Rusia, kemudian roboh terkena Bayonet. Tetapi, tak seorangpun yang tertangkap hidup-hidup. Tujuh puluh dua orang gugur dalam kobaran api..”


    Itulah pertempuran dahsyat yang dilakukan oleh pasukan Imam Syamil. 


    Kala itu hanya dua orang yang berhasil lolos dari kepungan pasukan Tsar Rusia, yaitu Imam Syamli Desayev dan Mullah Qazi Muhammad. 


    Sejarawan Mesir, Maryam Jamilah, sempat pula melukiskan kepahlawanan itu.


    Imam Syamil mundur sambil menggendong anaknya yang lain, yang masih bayi.


    Namun ia tetap melancarkan serangan perlawanan dengan bergerilya dari Daghestan utara, disana pula ia dengan pasukan mujahidin Chehnya memperoleh kemenangan gilang gemilang.


    Taktik gerilya yang dipakai bagaikan siluman sangat ditakuti oleh pasukan Tsar Rusia, gerakan cepat dan sulit di deteksi. Pasukan mujahidin melakukan taktik hit and run. Tiba-tiba menyerang telak, dan dengan sekejap lari ke hutan. Tak ayal pasukan Rusia amat kelelahan, dan semangat mereka mengendur.


    Perlawanan gerilya ini berlangsung tak kurang dari satu dasawarsa. Dilain pihak pasukan mujahidin sendiri mulai jenuh, apalagi ketika ibu Imam Syamil sendiri memintanya menyerah.


    Mendengar imbauan sang ibu, Imam Symail dan pasukannya kemudian melakukan itikaf dan berpuasa di masjid selama tiga hari tiga malam. Pada hari ketiga ia keluar dari masjid, badannya kurus, wajahnya pucat. 


    Ia lalu berpidato, “Semoga damai sejahtera berlimpah atas Rasulullah SAW, maka izinkanlah hukuman yang adil dilaksanakan sebagai contoh bagi semua kaum mukmin. Adalah kehendak Allah bahwa siapapun yang menyetujui permohonan yang memalukan untuk menyuruh rakyatku menyerah, harus menerima hukuman seratus dera, dan ia adalah ibuku!”


    Beberapa saat kemudian terjadi peristiwa mengharukan. Pada deraan kelima, sang ibu jatuh pingsan. 


    Maka Imam Syamil menghampirinya dan menjatuhkan diri di kaki sang ibu. Sesaat kemudian ia menatap langit dan berseru lembut, “Tiada Tuhan selain Allah, dan Muhammad adalah utusan-Nya, wahai penghuni surga, engkau telah mendengar doa yang telah kupanjatkan setulus hati, dan mengizinkanku untuk menanggung deraan-deraan selebihnya yang semula dikenakan terhadap ibuku. Semua deraan aku terima dengan senang sebagai hadiah yang ternilai harganya.”


    Kemudian ia menanggalkan pakaian dan menerima deraan para Algojo sebagai pengganti sang ibu. Setelah selesai ia mengenakan pakaiannya kembali dan berjalan tertatih-tatih di tengah khalayak. 


    Di luar ketangkasan, keperkasaan dan keteguhan hatinya, sesungguhnya Imam Syamil dikenal sebagai sosok yang lemah lembut. 


    Musuh-musuhnya sering takjub menyaksikan sikapnya yang santun.


    Meski berhadapan dengan kekuatan pasukan Tsar Rusia yang diperlengkapi dengan persenjataan yang lebih lengkap, pasukan mujahidin Chehnya tak mudah menyerah. Hal itu terjadi ketika pada 25 Agustus 1859 pasukan Tsar Rusia melancarkan serangan dahsyat. 


    Karena kaum mujahidin pantang menyerah, jenderal Barkatisnky terpaksa melakukan taktik negosiasi damai. Dan akhirnya dengan berbagai pertimbangan, Imam Syamil terpaksa menyerahkan diri, dan diperlakukan dengan penuh hormat oleh pasukan Tsar Rusia.


    Agar perlawanan rakyat Chehnya agak mengendur, pada tanggal 4 Februari 1871 Tsar Nicholas mengizinkan Imam Syamil menunaikan ibadah haji. 


    Tak lama kemudian sang pahlawan dan mujahid besar inipun menghadap sang Khalik di kota suci Madinah.


    Semangat Imam Syamil senantiasa dikagumi sepanjang masa, bahkan sampai-sampai sastrawan besar Rusia, Solzenitsyn sangat mengaguminya. 


    Dalam masa pengasingannya di Siberia, ia menulis, “Tak seorangpun sanggup melumpuhkan semangat dan mentalitas yang membaja.”

    Komentar

    Tampilkan

    Terkini

    Hukum & Kriminal

    +