Oleh : Yossi Nurmansyah, ST
Ilustrasi/Mnctrijaya. |
Pengertian politik dinasti adalah proses mengarahkan regenerasi kekuasaan bagi kepentingan golongan tertentu untuk bertujuan mendapatkan atau mempertahankan kekuasaan disuatu negara.
Apakah wajar apabila jabatan seorang kepala pemerintahan diteruskan oleh istri, anak , atau kerabat dekatnya?
Di negara kita sedang terjadi praktek penerusan kekuasaan pada orang-orang terdekat.
Politik dinasti adalah fenomena politik munculnya calon dari lingkungan keluarga kepala pemerintahan yang sedang berkuasa.
Dinasti politik yang dalam bahasa sederhana dapat diartikan sebagai sebuah rezim kekuasaan politik atau aktor politik yang dijalankan secara turun-temurun atau dilakukan oleh salah keluarga ataupun kerabat dekat.
Rezim politik ini terbentuk dikarenakan concern yang sangat tinggi antara anggota keluarga terhadap perpolitikan dan biasanya orientasi dinasti politik ini adalah kekuasaan.
Dinasti politik merupakan sebuah serangkaian strategi manusia yang bertujuan untuk memperoleh kekuasaan, agar kekuasaan tersebut tetap berada di pihaknya dengan cara mewariskan kekuasaan yang sudah dimiliki kepada orang lain yang mempunyai hubungan keluarga dengan pemegang kekuasaan sebelumnya.
Dalam sebuah lembaga politik, mereka yang masih mempunyai hubungan dekat dengan keluarga acap kali mendapatkan keistimewaan untuk menempati berbagai posisi penting dalam puncak hirarki kelembagaan organisasi.
Ada pula praktek dinasti politik dengan melakukan pemecahan kongsi kekuatan politik dalam keluarga, biasanya hal ini ditunjukan dengan salah satu anggota keluarga bergabung dengan partai lain untuk memperebutkan posisi politik seperti Bupati, Gubernur, bahkan Presiden sekali pun.
Menurut Dosen ilmu politik Fisipol UGM, A.G.N. Ari Dwipayana, Tren politik kekerabatan itu sebagai gejala neopatrimonialistik.
Benihnya sudah lama berakar secara tradisional, yakni berupa sistem patrimonial, yang mengutamakan regenerasi politik berdasarkan ikatan genealogis, ketimbang merit system, dalam menimbang prestasi.
Menurutnya, kini disebut neopatrimonial, karena ada unsur patrimonial lama, tapi dengan strategi baru.
”Dulu pewarisan ditunjuk langsung, sekarang lewat jalur politik prosedural,” anak atau keluarga para elite masuk institusi yang disiapkan, yaitu partai politik.
Oleh karena itu, patrimonialistik ini terselubung oleh jalur prosedural dituangkan Para hakim MK dalam sidang (8/7/15), memutuskan dan melegalkan pencalonan keluarga petahana (incumbent ) dalam pemilihan kepala daerah.
Majelis konstitusi berpendapat Pasal 7 huruf r Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah, yang sebelumnya melarang hal tersebut bertentangan dengan konstitusi, Pasal 7 huruf r UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menyebutkan,
“Calon kepala daerah harus tidak memiliki konflik kepentingan dengan petahana. Pasal ini lebih dikenal dengan penghapusan politik dinasti “ bertentangan dengan Pasal 28 J ayat (2) UUD 1945 Pasal 28 J ayat 2 UUD NRI Tahun 1945 Yang menyatakan : “Dalam menjalankan hak dan kebebasannya setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis “, yang sampai saat ini putusan MK ini menuai kritik serta menyebabkan pro dan kontra dikalangan para elite politik dan pakar hukum.
Akibat Dari Politik Dinasti
Kata “ rakyat “, “ demokrasi ”, dan kata politik sebagaimana ditulis konstitusi kita pada dasarnya merujuk pada hal yang sama, yakni ” polis ” atau kemaslahatan umum atau kepentingan orang banyak atau publik.
Artinya, politik dalam paham ketatanegaraan kita secara prinsipiil harus bersumber dan sekaligus diarahkan ke tujuan kepublikan atau kemaslahatan orang banyak.
Politik dinasti berlawanan dengan paham di atas karena di dalamnya yang menjadi dasar sekaligus tujuan adalah kepentingan pribadi ( private interest ).
Konsep demokrasi yang kita terima secara prinsipiil berarti mengedepankan legitimasi dan reproduksi kekuasaan yang melibatkan orang banyak.
Artinya, sekali lagi mau ditegaskan bahwa politik selalu adalah urusan ” yang umum ” atau ” yang publik “, prinsip ini tidak dapat ditelikung dengan manipulasi uang, media, dan eksploitasi budaya patronase yang masih kuat.
Pada akhirnya, yang lebih penting adalah kita tidak boleh lupa bahwa nama depan Indonesia adalah republik, bentuk ini dipilih bukan tanpa sebab di dalam republik ada pendirian, cita-cita, dan etika.
Dalam pengertian yang paling sederhana, republik adalah tanda dari penentangan yang serius terhadap politik dinasti.
Musuh pertama republik adalah absolutisme yang mengejawantah dalam praktik pemerintahan raja-raja, politik dinasti diturunkan dari sistem terbelakang ini.
Di dalam republik, para pendiri bangsa kita menetapkan keyakinan pada kerangka kebersamaan untuk kemaslahatan umum, di mana kekuasaan diproduksi secara sosial melalui suatu mekanisme demokratis dan partisipatif, bukan diturunkan secara biologis.
Dalam Republik, para pendiri bangsa yangegalitarian membuang cara pandang feodal yang membuat para elite dan keluarga kaya-penguasa memandang diri dan keluarga mereka sebagai makhluk-makhluk istimewa yang berbeda derajatnya dengan kebanyakan rakyat.
Intinya, sejauh kita masih bermaksud meneruskan republik warisan pendiri bangsa, politik dinasti tidak dapat kita terima.